Buku bersampul biru lux itu cukup menarik
perhatian saya ketika saya singgah ke suatu gerai buku, sehabis
menunaikan shalat Dzuhur, di sebuah daerah di Bandung.
Tidak sengaja awalnya. Hari Sabtu adalah hari libur kantor. Dan hari
itu, saya diminta oleh seorang sahabat saya untuk menemaninya pada suatu
acara di daerah tersebut. Ternyata, acaranya berlanjut hingga selesai
waktu Dzuhur. Jadilah, saya menunaikan sholat Dzuhur di masjid yang
terdapat di daerah tersebut. Kebetulan, ada sebuah toko buku di dekat
masjid tersebut.
Buku dengan cover warna biru yang
menentramkan itu saya ambil. Lalu saya buka. Saya baca sekilas. Lembar
demi lembar saya buka. Perhatian saya lebih tertuju pada gambar-gambar
yang dicetak dengan cetakan kualitas tinggi sehingga membuat mata saya
tidak bosan untuk mengamati satu demi satu gambar-gambar tersebut. Mata
saya tertegun. Hati saya terdiam. Dua gambar yang ada di hadapan sayalah
yang menjadi penyebabnya. Gambar itu begitu indah. Menawan. Konfigurasi
gambar kristal putih yang tercetak pada lembaran halaman buku tersebut
menyajikan suatu bentuk yang eksotis. Mau tahukah teman, gambar apa itu?
Kedua gambar itu adalah gambar kristal air yang dari ucapan CINTA dan
TERIMA KASIH (bukan terimakasih cinta lagunya afgan...hehe!). Yah, buku
yang ada di hadapan saya adalah buku The True Power of Water, terbitan
sebuah penerbit di kota Bandung.
Buku itu bercerita tentang hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr.
Masaru Emoto, seorang peneliti dari negara Jepang, tentang bagaimana
bentukan suatu kristal air hasil perlakuan manusia. Dari seluruh gambar
yang ada, saya bisa menyimpulkan, gambar kristal air yang ditempel
dengan ucapan CINTA dan TERIMA KASIH pada wadahnya adalah gambar paling
bagus dari. Sungguh, saya terpana.
***
Cinta dan terima kasih. Dua kata yang
sangat sederhana. Namun, kesederhanaannyalah yang membuat kita sering
melupakannya. Sering mengabaikannya. Sering meremehkannya. Padahal kedua
kata itu mampu membangkitkan rasa ‘penghargaan’. Karena cinta, kita
merasa disayangi. Karena cinta, kita merasa hidup. Karena cinta, kita
merasa bernyawa. Karena cinta, kita merasa dihargai. Karena cinta, kita
merasa dibutuhkan. Karena cinta, kita tidak memerlukan pamrih. Yah,
cinta adalah refleksi ketulusan. Begitupun juga dengan terima kasih. Ada rasa penghargaan dalam ucapan terima kasih. Ada rasa penghormatan dalam ucapan terima kasih. Ada rasa kesetaraan dalam ucapan terima kasih. Ada rasa saling membutuhkan dalam ucapan terima kasih. Ada
rasa kerendahhatian dalam ucapan terima kasih. Tidak ada keegoisan
dalam ucapan terima kasih. Tidak ada kesombongan dalam ucapan terima
kasih. Tidak ada yang merasa lebih dalam ucapan terima kasih. Tidak ada
yang merasa kurang dalam ucapan terima kasih. Yah, kata terima kasih
adalah refleksi bahwa kita saling membutuhkan.
***
Sudahkah hari ini kita mengucapkan kata
cinta pada orang-orang yang terdekat dengan kita? Kepada kedua orang tua
kita, kepada adik kita, kepada kakak kita, kepada nenek kita, kepada
kakek kita, kepada suami kita, kepada isteri kita, kepada sahabat kita,
kepada teman-teman kita. Banyak cara sebagai ungkapan cinta. Perhatian,
hadiah, senyuman, adalah bentuk lain ungkapan cinta. Akan lebih
bermakna, jika cinta diungkapkan dengan bahasa lisan. Minimal pada
orang-orang yang menjadi sumber kekuatan jiwa kita. Kedua orang tua
kita, suami atau isteri kita, anak-anak kita, kakak dan adik kita.
Bukankah Rasulullah telah mencontohkan kepada kita bagaimana seharusnya
cinta diungkapkan dalam bahasa ketulusan ketika kedua cucunya menaiki
punggung beliau ketika beliau sedang menunaikan shalat? Beliau tidak
memarahi, apalagi membentak. Beliau membiarkan.
Sudahkah hari ini kita mengucapakan terima
kasih pada orang-orang di sekitar kita? Kepada cleaning service kantor
yang telah menunaikan tugasnya, sehingga ruangan kita terasa nyaman
untuk beraktivitas selama lebih kurang delapan jam. Kepada bawahan kita
yang telah menyelesaikan tugasnya sesuai dengan petunjuk kita. Kepada
pesuruh kantor yang dengan setia setiap pagi, siang dan sore
mengantarkan air minum ke meja kita, sehingga kita tidak merasa kehausan
selama bekerja di kantor. Kepada sopir angkot atau sopir pribadi yang
telah mengantarkan kita menuju ke kantor setiap pagi. Kepada bibi yang
telah membantu kita selama belasan tahun menyelesaikan sederetan
pekerjaan rumah tangga. Terutama kepada orang-orang yang kita cintai
–kedua orang tua kita, suami, isteri, kakak, adik, anak-anak-, sudahkan
kata: terima kasih terucap dari lisan kita?
Terutama
dan paling utama, sudahkah rasa cinta dan terima kasih kita lantunkan
dari bibir ini untuk Sang Pemilik Jiwa kita? Allah Subhanallah Wa Ta’ala.
***
Terima kasih Allah untuk karuniamu hari ini…
Bapak ibu, saya sayang bapak dan ibu…
Bapak ibu, terima kasih untuk cinta kasihnya pada saya…
Saya baru belajar mengungkapkan rasa cinta dan terima kasih saya. Tertatih-tatih bahkan. Terbata-bata kadang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar