Disaat Matahari menampakkan dirinya di pagi hari, dan terus menerpakan sinarnya ke setiap
sudut alam hingga puncaknya pada tengah hari. Menjelang senja, ia pun mulai
bersiap-siap meninggalkan singgasananya untuk bertukar peran dengan rembulan
yang akan bercahaya menerangi malam hingga fajar. Bulan tak sendiri, ia
ditemani oleh bintang-bintang yang berkelipan, belum lagi lintasan-lintasan
benda langit lainnya yang menjadikan alam atas teramat mengagumkan. Begitu
seterusnya, tak pernah matahari menguasai sepanjang hari, bulan dan bintangpun
demikian. Karena sesungguhnya, tak satupun dari mereka berhak memiliki hari
sepenuhnya.
Terkadang,
langit cerah disertai mentari pagi yang menghangatkan menjadi mimpi terindah
setiap makhluk di muka bumi. Tapi, tidak akan pernah mentari seterusnya berseri
dan langit cerah, karena bukan tidak mungkin atap dunia itu berubah mendung dan
menghitam, mencekam dan menebar ketakutan. Angin sejuk sepoi-sepoi yang terasa
menyegarkan saat belaiannya menyentuh kulit, sesaat kemudian bisa berputar dan
berputar membentuk tornado yang dalam sedetik meluluhlantakkan semua yang
terhampar di bumi. Air laut yang tenang, pantai yang indah dengan ombak yang
melambai indah, hamparan pasir yang halus, disaat yang lain bisa menjadi gelombang
air dahsyat yang menenggelamkan sejuta harapan, meninggalkan bekas yang
memilukan.
Bunga-bunga
yang
hari ini terlihat indah merekah, satu dua hari kemudian akan layu dan
memudar warnanya, bisa karena hempasan angin, sengatan matahari dan
sebagainya. Dedaunan akan tetap berwarna hijau bila ia tetap menyatu
dengan
tangkainya, tatkala ia luruh dan jatuh ke tanah, mengeringlah ia. Embun
pagi
yang bening di ujung daun, dalam beberapa detik takkan lagi terlihat.
Setelah
jatuh, habislah ia. Tinggal menunggu esok pagi kan datang tuk bisa menikmati kembali
beningnya. Unggas pagi, berteriak lantang pertanda dimulainya hari, tidak
jarang, mereka membangunkan insan yang setengah malas dan kantuk masih di sudut
mata. Ketika siang, saat manusia-manusia bergegas dalam segala bentuk aktifitas
mereka, makhluk lain pun menjalankan perannya masing-masing.
Menjelang
senja, sinar merah kekuningan seperti meminta perhatian makhluk bumi untuk
bersiap menyambut malam. Tak hanya manusia, hewan-hewan bahkan binatang melata
pun beriringan menuju rumah mereka, menikmati malam, memandangi rembulan dan
bintang-bintang, dan mendengarkan hewan-hewan malam bersahutan mewarnai malam
yang panjang, hingga menanti datangnya fajar. Manusia-manusia aktif yang
terkadang tak kenal lelah, terlelap dalam buaian selimut, mimpi, harapan serta
do’a. Hingga esok, ada yang terbangun, dan ada yang tetap terlelap, menutup
mata untuk selamanya. Tugasnya sebagai manusia telah selesai. Tak ada manusia
yang memiliki sepenuhnya hari, tak ada makhluk yang memiliki sepenuhnya
kehidupan. Dan tak ada jiwa yang memiliki sepenuhnya apapun yang sesungguhnya
bukan berasal darinya. Semua perubahan, kejadian, dan perputaran peran itu
meyakinkan kita, bahwa tak ada yang abadi.
Bayi
mungil, lucu dan menyenangkan saat lahir, beranjak dewasa, kemudian tua dan
akhirnya mati. Kemudian, generasi berikutnya hadir, hingga diakhiri lagi dengan
kematian. Itulah hidup. Seperti matahari yang tak pernah selamanya bersinar,
seperti daun yang mengering saat tanggal dari tangkainya, seperti embun yang
meski sedemikian indah, hanya sekian detik saja umurnya. Seperti hujan yang
mungkin setiap hari turun tak pernah berhenti, tak pernah setiap yang
diciptakan Tuhan di alam ini, berkuasa untuk tetap memiliki kejadiannya
seutuhnya. Karena mereka hanya makhluk, yang semuanya terus berubah dan
berujung pada akhir. Tak seperti Pencipta semua makhluk itu sendiri, karena
Ia tak berawal, maka tak ada akhirnya pada-Nya. Sedangkan kita, atau makhluk
lainnya, memiliki awal, dan sudah pasti tertulis sudah akhirnya. Kita hanya
tinggal menunggu waktu.
Sebagai
makhluk, tak sekedar untuk hidup Allah menciptakannya. Setiap ciptaan Allah,
memiliki peran yang menjadi amanahnya. Kita semua, berdiri, berdiam diri,
tertidur, berjalan, berhenti sejenak, kemudian berjalan lagi, sesekali
istirahat hanya untuk menorehkan catatan diri. Tinta merah atau biru yang
hendak kita pakai untuk mengisi lembaran putih catatan itu, hak sepenuhnya ada
di tangan kita. Jikalah matahari selalu mempunyai catatan biru dalam buku
raport-nya, begitu juga dengan rembulan, langit dan semua benda yang
menghiasinya, hewan-hewan yang senantiasa ikhlas menjadi bagian hidup manusia,
tetumbuhan, bumi tempat berpijak, lalu kenapa kita tak pernah iri untuk
senantiasa memperbaiki catatan merah kita di hadapan Allah?
Makhluk-makhluk
Allah yang lain, manusia-manusia yang berlomba menorehkan tinta biru dalam
catatan akhirnya, sungguh teramat sadar bahwa waktu yang Allah berikan teramat
singkat, hingga tak pernah terpikir olehnya untuk berbuat satu hal pun yang
bisa menyebabkan lembaran putihnya ternoda oleh titik merah. Bersujud dan
berdo’a, mencari keridhoan Allah di setiap detik, setiap langkah, dan jalan
yang dilaluinya, agar tak ada sedikitpun kebencian di mata Allah keatasnya.
Belajar dari manusia-manusia terdahulu yang telah mengukir nama mereka di hati
Allah, semestinya saat ini, kita terus berjuang keras untuk bisa mendapatkan
satu tempat di hati-Nya untuk menggoreskan nama kita.
Harta
yang banyak, bukan jalan untuk bisa mendapatkan tempat di hati Allah. Kendaraan
yang bagus, jabatan tinggi, status sosial terhormat, perhiasan dan berjuta
keindahan dunia, juga tidak. Bukan semua itu yang akan menjadikan kita makhluk
berarti di mata Dia. Karena sesuatu yang tak abadi, tak mungkin bisa menjadi
bekal menuju keabadian untuk bertemu Yang Maha Abadi. Jiwa yang bersih, jiwa
yang tenang, adalah jiwa yang pertama hadir dalam bentuk jasad manusia saat
pertama ditiupkan. Hanya dengan kembali dengan kebersihan dan ketenangan
semula, ia bisa diterima disisi Yang Maha Abadi. Maka, belajar dari semua
ketidakabadian selain Allah, jangan pernah menghabiskan waktu (yang teramat
sebentar ini) yang diberikan Allah ini, tanpa torehan tintas kebaikan. Mungkin
besok, tak ada lagi waktu buat kita menggenggam tinta biru., berjam-jam, karena
tak yakin besok masih ada waktu untuk kembali ke tempat ini..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar